Agustus 4, 2025

Ppkhijabar : Materi Kuliah Program Studi Hukum

Informasi Terbaru Program Studi Hukum dan Prospek

Menyelisik Sejarah Orang Tidak Bersalah
2025-06-28 | admin9

Menyelisik Sejarah Adagium Lebih Baik Membebaskan 1000 Orang Bersalah Daripada Menghukum 1 Orang Tidak Bersalah

Hakim dan Nilai Keadilan: Membebaskan yang Diragukan, Menghukum yang Terbukti

Profesi hakim kerap disematkan sebagai profesi yang luhur, atau dalam istilah Latin disebut theaardvarkfl.com Nobile Officium. Gelar ini bukan tanpa alasan, mengingat hakim merupakan aktor utama dalam penegakan hukum dan keadilan. Dalam perkara pidana, nasib seorang terdakwa bisa bergantung pada satu ketukan palu hakim di akhir persidangan.

Dalam sistem peradilan pidana, kita mengenal adagium klasik: “Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.” Prinsip ini bukan sekadar ungkapan, melainkan filosofi mendalam yang mencerminkan tanggung jawab moral seorang hakim dalam menjaga hak asasi manusia dan keadilan substantif.

Seorang hakim tidak diwajibkan untuk selalu menghukum terdakwa yang hadir di persidangan. Sebaliknya, hakim dituntut untuk bersikap objektif dalam menilai bukti dan fakta hukum yang terungkap selama persidangan. Jika bukti yang diajukan tidak cukup kuat untuk menyatakan terdakwa bersalah, maka pilihan terbaik adalah membebaskan, bukan menghukum dengan ragu.

Asal-usul prinsip tersebut dapat ditelusuri ke pemikiran William Blackstone, seorang filsuf hukum asal Inggris, melalui karya monumental Commentaries on the Laws of England (1765–1769). Ia menyatakan, “Lebih baik sepuluh orang yang bersalah dibebaskan daripada satu orang yang tidak bersalah menderita.” Gagasan ini menggarisbawahi betapa mahalnya harga dari kesalahan dalam menjatuhkan vonis.

Namun, pemikiran ini bukanlah yang pertama. Sebelum Blackstone, Sir Matthew Hale dan John Fortescue telah mengungkapkan ide serupa. Fortescue dalam karyanya De Laudibus Legum Angliae sekitar tahun 1470 menulis bahwa “lebih baik dua puluh orang bersalah lolos daripada satu orang tak bersalah dihukum mati.” Bahkan lebih jauh ke belakang, Maimonides—filsuf Yahudi abad ke-12—mengatakan bahwa “lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum mati satu orang tak bersalah.”

Filosofi ini menegaskan bahwa kesalahan sistem hukum bukan hanya mencederai satu individu, melainkan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap keadilan itu sendiri.

Maka dari itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang hakim harus benar-benar yakin sebelum menyatakan terdakwa bersalah (beyond reasonable doubt). Jika terdapat keraguan dalam pembuktian, maka membebaskan terdakwa menjadi langkah yang paling adil dan manusiawi. Sebab, keadilan sejati bukan sekadar menghukum, tetapi memastikan bahwa yang dihukum memang benar-benar bersalah.

Baca JugaHukum di Negara Lemah Hukum: Ketika Keadilan Tak Lagi Sama untuk Semua

Share: Facebook Twitter Linkedin
Apa Saja yang Dapatkan Sekolah di Luar Negeri
2025-05-26 | admin9

Apa yang Saya Dapatkan dari Sekolah di Luar Negeri?

Semenjak menyelesaikan studi magister di Inggris dan kembali ke Indonesia pada akhir tahun lalu, banyak rekan dan kenalan yang menagih cerita tentang pengalaman hidup di Inggris dan apa saja yang saya dapatkan selama satu tahun belajar di University of Birmingham.

Jika boleh jujur, saya merasa kebingungan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pasalnya, saya merasa joker123 gaming kehidupan saya di Inggris tidak luar biasa dan tidak penuh perjuangan seperti teman-teman lain yang sama-sama belajar di luar negeri. Kehidupan saya bisa dibilang datar atau biasa-biasa saja, setiap harinya hanya melakukan perjalanan dari rumah ke kampus, menghabiskan waktu di perpustakaan dan kadang kali mengunjungi pusat kota untuk berbelanja. Jadi rasanya tidak menarik untuk diceritakan dan tidak akan sesuai ekspektasi calon pendengar kisah saya.

Namun, rekan-rekan saya bersikukuh dan memaksa agar saya tetap bercerita tentang apa saja yang saya alami meskipun menurut saya itu tidak menarik. Mereka berdalih bahwa tidak mungkin hidup setahun di luar negeri dan tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya, saya pun memutar ingatan dan mencoba mencomot apa-apa saja yang bisa didramatisasi agar jadi cerita yang mungkin tidak akan membuat mereka bosan.

Baca JugaMengenal Dunia Hukum di Rusia: Sistem, Struktur, dan Dinamika Perkembangan Hukum Modern

Sistem Pendidikan

Salah satu hal yang pertama muncul di kepala saya adalah saya ingin bercerita tentang sistem pendidikan di kampus saya. Karena buat apa saya sekolah jauh-jauh hingga melintasi separuh dunia jika tidak ada yang bisa ambil dari konsep pendidikan di Negeri Ratu Elizabeth itu.

Untuk mengawali kisah, saya selalu bilang bahwa saya tidak mendapatkan ilmu apa-apa di bangku kuliah. Semua yang saya pelajari di kelas bisa ditemukan dengan mudah di kelas-kelas online gratis yang banyak tersebar di Internet. Bahkan, jika sekarang saya ditanyai hal-hal yang berkaitan dengan bidang keilmuan program magister saya, kemungkinan besar jawaban saya cuma geleng-geleng kepala.

Setahun belajar di Inggris membuat mata saya terbuka dan sadar bahwa saya masih jauh dari kata pintar. Bertemu banyak orang dari berbagai negara dengan kapasitas keilmuan dan kemampuan yang beragam, membuat saya berkaca bahwa saya tidak ada apa-apanya. Seorang saya yang mungkin dulu sempat jumawa di Indonesia ternyata hanya seperti butiran debu di tengah-tengah pelajar internasional.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuat saya rendah diri. Iklim akademik yang kondusif dan sikap akademisi yang terbuka membuat saya tidak merasa terintimidasi, malah membuat saya terpacu untuk belajar lebih banyak. Ironisnya, semakin saya banyak belajar, semakin saya merasa tidak tahu apa-apa, dan saya merasa hal ini sangat baik bagi perkembangan saya di masa depan.

Salah satu bentuk atmosfer pendidikan yang kondusif di kampus saya bisa dilihat dan dirasakan dari posisi dosen dan mahasiswa yang sejajar. Egaliter. Serta para akademisi yang tidak direpotkan dengan hal-hal keformalan. Dosen maupun mahasiswa boleh ke kelas dengan menggunakan kaos dan celana training, atau pakaian apapun yang mereka inginkan selama tidak bersifat offensive.

Share: Facebook Twitter Linkedin
Akademik Cuti Mahasiswa
2025-03-30 | admin9

Apakah Cuti Akademik Mempengaruhi Masa Studi Mahasiswa?

Saya ingin menanyakan tentang aturan masa studi yang tercantum dalam Permendikbud 3/2020. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa masa studi program sarjana paling lama tujuh tahun. Pertanyaannya, apakah masa studi tersebut sudah mencakup semester aktif dan semester cuti (tidak aktif)? Terima kasih.

Masa Studi Program Sarjana

Merujuk pada Pasal 17 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (“Permendikbud 3/2020”), masa dan beban belajar penyelenggaraan program pendidikan sarjana dan program diploma empat/sarjana terapan paling lama tujuh slot777 tahun akademik, dengan beban belajar mahasiswa minimal 144 sks.

Perguruan tinggi dapat menetapkan masa penyelenggaraan program pendidikan kurang dari batas maksimum sebagaimana dimaksud di atas.

Lebih lanjut, pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan cara:

a. mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam program studi pada perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar; atau
b. mengikuti proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Permendikbud 3/2020.

Baca Juga : 6 Sistem Hukum Yang Ada di Dunia Dan Berlaku Hingga Kini

Perguruan tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban belajar dalam proses pembelajaran dengan cara:

a. paling sedikit empat semester dan paling lama 11 semester merupakan pembelajaran di dalam program studi;
b. satu semester atau setara dengan 20 sks merupakan pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama; dan
c. paling lama dua semester atau setara dengan 40 sks merupakan:

  1. pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda;
  2. pembelajaran pada program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang berbeda; dan/atau
  3. pembelajaran di luar perguruan tinggi.

Aturan Cuti Akademik

Dari ketentuan di atas, memang tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa masa cuti akademik diperhitungkan sebagai masa studi aktif atau tidak.

Sepanjang penelusuran kami, perguruan-perguruan tinggi kemudian menerapkan kebijakan masing-masing terkait cuti akademik tersebut.

Sebagai contoh, Aturan Akademik Universitas Gadjah Mada pada laman Direktorat Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada, mengatur sebagai berikut:

  1. Cuti akademik hanya diperbolehkan apabila mahasiswa sudah memiliki izin tertulis dari dekan atau rektor.
  2. Cuti akademik lebih dari dua tahun, baik berturut-turut maupun tidak, harus mengajukan surat permohonan cuti akademik kepada rektor dengan tembusan dekan.
  3. Masa cuti akademik tidak diperhitungkan sebagai masa aktif dalam kaitannya dengan batas waktu studi.
  4. Selama masa cuti akademik mahasiswa tidak perlu membayar SPP.
  5. Mahasiswa tidak diperkenankan mengambil cuti akademik sebelum evaluasi empat semester pertama. Apabila ada alasan tertentu (misal: hamil/melahirkan, sakit dan harus dirawat di rumah sakit) dan hal tersebut mendapatkan persetujuan rektor, dapat diberi izin cuti akademik. Namun masa cutinya tetap akan diperhitungkan sebagai masa studi aktif dan dipakai sebagai dasar perhitungan dalam evaluasi.
Share: Facebook Twitter Linkedin
Hukum Tentang Uang
2025-02-25 | admin9

Uang Baru Rp 75 Ribu Dijual Jutaan, Bagaimana Hukumnya?

Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) mengeluarkan uang baru pecahan Rp 75 ribu. Uang baru itu yaitu uang edisi khusus HUT ke-75 RI.

BI menegaskan uang hal yang demikian bisa digunakan sebagai alat transaksi yang sah. Kecuali itu, bisa juga untuk koleksi sebab uang baru yang diluncurkan pada 17 Agustus itu memiliki desain unik.

Uang hal yang demikian dikeluarkan terbatas, yaitu cuma sebanyak 75 juta bilyet/lembar. Akhirnya banyak orang termasuk para kolektor memburu uang baru hal yang demikian.

Beberapa hari setelah masyarakat bisa memperoleh uang baru itu, sejumlah orang justru menjual uang baru pecahan Rp 75 ribu itu di sejumlah toko daring. Tidak tanggung-tanggung, uang baru itu dibanderol dengan harga jutaan rupiah. Bagaimana hukumnya?

Ahli fiqih muamalah yang juga Dewan Syariah Nasional, Majelis https://www.braxtonatlakenorman.com/ Ulama Indonesia, Ustadz Oni Sahroni menjelasakan dalam Islam pada dasarnya dibiarkan tukar-menukar uang dengan syarat dilaksanakan secara tunai dan dengan nominal uang yang sama.

Ustadz Oni menjelaskan sekiranya uang baru Rp 75 ribu hal yang demikian masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, maka bisa dipertukarkan secara tunai dengan nominal yang sama. “Seperti menukarkan uang baru Rp 75 ribu, maka ditukarkan juga dengan Rp 75 ribu. Memberikan 75 ribu dan mendapatkan 75 ribu. Ini merujuk pada ketetapan fiqih terkait dengan tukar menukar atau jual beli alat pembayaran yang sama seperti rupiah dengan rupiah di mana harus dilaksanakan secara tunai dan sama nominalnya,” katanya.

Ustadz Oni menjelaskan hal ini merujuk pada hadits dari Ubadah bin Shamit yang berbunyi: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Apabila jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu sekiranya dilaksanakan secara tunai.” (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah).

Baca Juga5 Pelanggaran Hukum Yang Kelihatan Sepele Namun Cukup Berat

Dan juga hadits dari Umar al-Faruq, yang berbunyi; “(Jual beli) emas dengan perak yaitu riba kecuali (dilaksanakan) secara tunai.” (HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Ustadz Oni menjelaskan para ahli fiqih beranggapan kata emas dalam hadits hal yang demikian dialamatkan sebagai alat tukar. Oleh sebab itu, tiap alat tukar yang diterbitkan oleh otoritas suatu negara menjadi alat pembayaran yang sah.

Maka, masuk dalam klasifikasi hal yang demikian sehingga harus sama nominalnya dan dilaksanakan secara tunai sekiranya hendak mengerjakan tukar-menukar. “Menurut menjadi referensi juga yaitu maqashid atau sasaran diizinkannya alat pembayaran seperti rupiah.

“Dia Islam, alat tukar mata uang tetap harus difungsikan sebagai alat pembayaran yang harus menjadikan barang dan jasa,” kata Ustadz Oni.

Maka mengatakan uang tak boleh dihasilkan sebagai komoditas selama mata uang hal yang demikian tetap berlaku sebagai alat pembayaran menurut otoritas. Maka jual beli uang baru pecahan Rp 75 ribu seharga jutaan rupiah melalui daring seperti yang ramai dijalankannya belakangan ini tak cocok dengan tuntunan hadits dan maqashid di atas.

Share: Facebook Twitter Linkedin